Senin, 30 Desember 2013

KOMUNIKASI PADA KLIEN LANSIA

Karakteristik Lansia

Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia ( WHO ) mengelompokkan usia lanjut menjadi 4 macam, meliputi :
- usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun.
- usia lanjut (elderly), kelompok usia antara 60-70 tahun.
- usia lanjut usia (old), kelompok usia antara 75-90 tahun
- usia tua (very old), kelompok usia diatas 90 tahun

Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan usia namun perubahan-perubahan akibat dari usia tersebut telah dapat di identifikasi, misalnya perubahan pada aspek fisik berupa perubahan neurologis dan sensorik, perubahan visual, perubahan pendengaran. Perubahan-perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan interpretasi terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognitif yang berpengaruh pada tingkat intelegensia, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien. 

Perubahan emosi yang sering nampak adalah berupa reaksi penolakan terhadap kondisi yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya : 
- tidak percaya terhadap diagnosa, gejala, perkembangan serta keterangan yang diberikan petugas kesehatan
- mengubah keterangan yang diberikan sedemikian rupa, sehingga diterima keliru
- menolak membicarakan perawatannya di rumah sakit
- menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum, khususnya tindakan yang langsung mengikutsertakan dirinya.
- menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama bila nasehat tersebut demi kenyamanan klien.

Pendekatan Perawatan Lansia dalam Konteks Komunikasi

Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian yang dialami, perubahan fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan serta penyakit yang bisa dicegah progresifitasnya. Pendekatan ini relatif lebih mudah dilaksanakan dan dicari solusinya karena riil dan mudah di observasi. 

Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya abstrak dan mengarah pada perubahan perilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini, perawat berperan sebagai konselor, advokat, suporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing atau sebagai penampung masalah-masalah rahsia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien. 

Pendekatan sosial
Pendekatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi dengan lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama lansia maupun  dengan petugas kesehatan.

Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama bagi klien dalam keadaan sakit atau mendekati kematian. Pendekatan spiritual ini cukup efektif terutapa bagi klien yang mempunyai kesadaran yang tinggi dan latar belakang keagamaan yang baik. 

Teknik Komunikasi pada Lansia

Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau perawat juga harus mempunya tehnik-tehnik khusus agar komunikasi yang dilakukan dpat berlangsung lancar dan sesuai dengan tujuan yang di inginkan.
Beberapa tehnik komunikasi yang dapat diterapkan anatara lain : 

1. Tehnik Asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan menunjukkan sikap peduli, sabar mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat dimengerti. Asertif merupakan pelaksanaan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia. 

2. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakan bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya segera menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut, misalnya dengan mengajukan pertanyaan, "Apa yang sedang Bapak/Ibu pikirkan saat ini ? Apa yang bisa saya bantu ?". Berespon berarti bersikap aktif, tidak menunggu bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien. 

3. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang diinginkan. Ketika klien mengungkapkan pernyataan-pernyataan diluar materi yang diinginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu diperhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan

4. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia baik pada aspek fisik maupun psikis secara bertahap menyebabkan emosi klien relatif menjadi labil. Perubahan ini perlu disikapi dengan menjaga kestabilan emosi klien lansia, misalnya dengan mengiyakan, senyum dan menganggung kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat dan menghargai sesama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak merasa menjadi beban bagi keluarganya, dengan demikian diharapkan klien termotivasi untuk mandiri dan berkarya sesuai kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara moril maupun materil, petugas kesehatan jangan sampai terkesan menggurui atau mengajari klien karena ini dapat merendahkan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau mengajari misalnya : "Saya yakin Bapak/Ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu kami yakin Bapak/Ibu mampu melaksanakan....dan bila diperlukan kami siap membantu". 

5. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi dengan lansia, sering proses komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu dilakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat diterima dan dipersepsikan sama oleh klien. "Bapak/Ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan tadi ? bisa minta tolong Bapak/Ibu untuk menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi?" 

6. Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya bahwa klien lansia umunya mengalami perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan. Perubahan ini bila tidak disikapi dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang dilakukan tidak terpeutik, solutif, namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.


Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia

Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu apabila ada sikap agresif dan sikap non asertif

1. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya ditandai dengan perilaku-perilaku dibawah ini :
- berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawanbicara)
- meremehkan orang lain
- mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
- menonjolkan diri sendiri
- mempermalukan orang lain di depan umum, baik dengan perkataan maupun tindakan

2. Non Asertif
Tanda-tanda dari sikap non asertif ini adalah  :
- menarik diri bila diajak berbicara
- merasa tidak sebaik orang lain atau rendah diri
- merasa tidak berdaya
- tidak berani mengungkapkan keyakinan
- membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
- tampil diam atau pasif
- mengikuti kehendak orang lain
- mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga ghubungan baik dengan orang lain

Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupakan hal yang wajar seiring dengan menurunnya fungsi fisik dan psikologis klien. Namun sebagai tenaga profesional kesehatan, perawat dituntut mampu mengatasi keadaan tersebut, untuk itu perlu adanya tehnik atai tips-tips tertentu yang perlu diperhatikan agar komunikasi dapat berlangsung efektif, antara lain :

  • selalu mulai komunikasi dengan mengecek fungsi pendengaran klien
  • keraskan suara anda jika perlu
  • dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia sehingga dia dapat melihat mulut anda
  • atur lingkungan sehingga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi gangguan visual dan   auditori. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
  • ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif. 
  • jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang tugasnya memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
  • berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya, gunakan kalimat pendek dengan bahasa yang sederhana.
  • bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual
  • serasikan bahasa tubuh anda dengan pembicaraan anda, misalnya ketika melaporkan hasil tes yang diingingkan, pesan yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus seharusnya dibuktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang menggembirakan ( misalnya dengan senyum, ceria atau tertawa secukupnya )
  • ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut
  • berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
  • biarkan dia membuat kesalahan, jangan menegurnya secara langsung, tahan keinginan anda untuk menyelesaikan kalimat
  • jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkannya
  • arahkan kesuatu topik pada suatu saat
  • jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat dalam ruangan bersama anda. Orang ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu proses komunikasi. 















Selasa, 24 Desember 2013

Prinsip Legal Dalam Praktik Keperawatan


Malpraktek
Malpraktek adalah praktek kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan standar profesi atau standar prosedur oprasional.Untuk malpraktek kedokteran juga dapat dikenai hukum kriminal. Malpraktek kriminal terjadi ketika seorang dokter yang menangani sebuah kasus telah melanggar undang-undang hukum pidana. Perbuatan ini termasuk ketidakjujuran, kesalahan dalam rekam medis, penggunaan ilegal obat-obatan, pelanggaran dalam sumpah dokter, perawatan yang lalai, dan tindakan pelecehan seksual pada pasien.
Adapun pengertian dari malprakrek lainnya adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menterapkan tingkat ketrampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama. Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian (negligence) yang ditujukan kepada seseorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekejaannya. Terhadap malpraktek dalam keperawatan maka malpraktik adalah suatu batasan yang dugunakan untuk menggambarkan kelalaian perawat dalam melakukankewajibannya.
Tindakan yang termasuk dalam malpraktek
1.    Kesalahan diagnosa
2.    Penyuapan
3.    Penyalahan alat
4.    Pemberian dosis obat yang salah
5.    Alat-alat yang tidak memenuhi standar kesehatan atau tidak steril.
Dampak yang terjadi akibat malpraktek
a)    Merugikan pasien terutama pada fisiknya bisa menimbulkan cacat yang permanen.
b)    Bagi petugas kesehatan mengalami gangguan psikologisnya, karena merasa bersalah.
c)    Dari segi hukum dapat dijerat hukum pidana.
d)     Dari segi sosial dapat dikucilkan oleh masyarakat .
e)    Dari segi agama mendapat dosa.
f)     Dari etika keperawatan melanggar eitka keperawatan bukan tindakan professional.
              
        Kelalaian
Kelalaian bukanlah suatu kejahatan. Seorang dokter dikatakan lalai jika ia bertindak tak acuh, tidak memperhatikan kepentingan orang lain sebagaimana lazimnya. Akan tetapi, jika kelalaian itu telah mencapai suatu tingkat tertentu sehingga tidak memperdulikan jiwa orang lain maka hal ini akan membawa akibat hukum, apalagi jika sampai merenggut nyawa, maka hal ini dapat digolongkan sebagai kelalaian berat. Kelalaian adalah suatu sikap seseorang dimana dalam melakukan suatu tindakan ia tidak berhati-hati. Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa kelalaian dapat bersifat ketidaksengajaan, kurang teliti, kurang hati - hati, acuh tak acuh, sembrono, tidak peduli terhadap kepentingan orang lain tetapi akibat tindakan bukanlah tujuannya. Kelalaian bukan suatu pelanggaran hukum atau kejahatan. Jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimannya, namun jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan atau bahkan merenggut nyawa orang lain ini diklasifikasikan sebagai kelalaian berat, serius dan kriminal.

       Pertanggunggugatan Dan Pertanggungjawaban
2.3.1.Pertanggunggugatan
Pertanggunggugatan Yaitu suatu tindakan gugatan apabila terjadi suatu kasus tertentu.
Contoh:
Ketika dokter memberi instruksi kepada perawat untuk memberikan obat kepada pasien tapi ternyata obat yang diberikan itu salah, dan mengakibatkan penyakit pasien menjadi tambah parah dan dapat merenggut nyawanya. Maka, pihak keluarga pasien berhak menggugat dokter atau perawat tersebut.
2.3.2.Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban yaitu suatu konsekuensi yang harus diterima seseorang atas perbuatannya.
Contoh:
Jika ada kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh dokter dan pihak keluarga pasien tidak terima karena kondisi pasien semakin parah maka, dokter akan bertanggung jawab atas kesalahan atau kelalaiannya.

  Situasi Yang Harus Dihindari Oleh Perawat
2.4.1.Kelalaian
Seorang perawat bersalah karena kelalaian jika mencederai pasien dengan cara tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan ataupun tidak melakukan tugas dengan hati-hati sehingga mengakibatkan pasien jatuh dan cedera.
2.4.2.Pencurian
Mengambil sesuatu yang bukan milik anda membuat anda bersalah karena mencuri. Jika anda tertangkap, anda akan dihukum. Mengambil barang yang tidak berharga sekalipun dapat dianggap sebagai pencurian.
2.4.3.Fitnah.
Jika anda membuat pernyataan palsu tentang seseorang dan merugikan orang tersebut, anda bersalah karena melakukan fitnah. Hal ini benar jika anda menyatakan secara verbal atau tertulis.
2.4.4.False imprisonment
Menahan tindakan seseorang tanpa otorisasi yang tepatmerupakan pelanggaran hukum atau false imprisonment. Menggunakan restrein fisik atau bahkan mengancam akan melakukannya agar pasien mau bekerja sama bisa juga termasuk dalam false imprisonment. Penyokong dan restrein harus digunakan sesuai dengan perintah dokter.
2.4.5.Penyerangan dan pemukulan
Penyerangan artinya dengan sengaja berusahan untuk menyentuh tubuh orang lain atau bahkan mengancam untuk melakukannya. Pemukulan berarti secara nyata menyentuh orang lain tanpa ijin.Perawatan yang kita berikan selalu atas ijin pasien atau informed consent. Ini berarti pasien harus mengetahui dan menyetujui apa yang kita rencanakan dan kita lakukan.
2.4.6.Pelanggaran privasi
    Pasien mempunyai hak atas kerahasiaan dirinya dan urusan pribadinya. Pelanggaran terhadap kerahasiaan adalah pelanggaran privasi dan itu adalah tindakan yang melawan hukum.

2.4.7.Penganiayaan
       Menganiaya pasien melanggar prinsip-prinsip etik dan membuat anda terikat secara hukum untuk menanggung tuntutan hukum. Standar etik meminta perawat untuk tidak melakukan sesuatu yang membahayakan pasien. Setiap orang dapat dianiaya, tetapi hanya orang tua dan anak-anaklah yang paling rentan. Biasanya, pemberi layanan atau keluargalah yang bertanggung jawab terhadap penganiayaan ini. Mungkin sulit dimengerti mengapa seseorang menganiaya ornag lain yang lemah atau rapuh, tetapi hal ini terjadi. Beberapa orang merasa puas bisa mengendalikan orang lain. Tetapi hampir semua penganiayaan berawal dari perasaan frustasi dan kelelahan dan sebagai seorang perawat perlu menjaga keamanan dan keselamatan pasiennya.

2.5.      Perlindungan Hukum Dalam Praktik Keperawatan
2.5.1. Masalah Dalam Praktek Keperawatan
            Masalah kesehatan di Indonesia sangat memprihatinkan mulai dari munculnya penyakit – penyakit degenaratif, bencana alam dan kemiskinan yang semuanya itu membuat masyarakat harus dikelilingi oleh kondisi kesehatan yang kurang baik. Kondisi ini diperburuk oleh kurangnya tenaga kesehatan perawat yang tersebar didaerah – daerah terpencil akibat tidak rasionalnya penempatan tenaga kesehatan didaerah – daerah terpencil maupun daerah – daerah sangat terpencil. Selain itu masalah – masalah sosial, ekonomi, politik dan keamanan yang mempengaruhi penduduk, khususnya keluarga miskin untuk dapat menjangkau pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan.
            Berdasarkan hasil kajian (Depkes & UI, 2005) menunjukkan, bahwa sebagian besar perawat (56.1%) melakukan asuhan keperawatan dalam gedung Puskesmas dengan baik, (55.29%) melakukan asuhan keperawatan keluarga dan (52.4%) sudah menerapkan asuhan keperawatan pada kelompok dengan baik. Disamping itu, perawat juga melakukan tugas lain, antara lain menetapkan diagnosis penyakit (92.6%); membuat resep obat (93.1%); melakukan tindakan pengobatan di dalam maupun di luar gedung puskesmas (97.1%); melakukan pemeriksaan kehamilan (70.1%); melakukan pertolongan persalinan (57.7%). Hal ini terjadi tidak saja di Puskesmas terpencil tetapi juga di Puskesmas tidak terpencil. Selain itu (78.8%) perawat melaksanakan tugas petugas kebersihan dan (63.6%) melakukan tugas administrasi antara lain sebagai bendahara(1).
Tumpang tindih pada tenaga keperawatan maupun dengan profesi kesehatan lainnya merupakan hal yang sering sulit untuk dihindari dalam praktik, terutama terjadi dalam keadaan darurat maupun karena keterbatasan tenaga di daerah terpencil. Dalam keadaan darurat, perawat yang dalam tugasnya sehari-hari berada disamping klien selama 24 jam, sering menghadapi kedaruratan klien, sedangkan dokter tidak ada. Dalam keadaan seperti ini perawat terpaksa harus melakukan tindakan medis yang bukan merupakan wewenangnya demi keselamatan pasien. Tindakan ini dilakukan perawat tanpa adanya delegasi dan protapnya dari pihak dokter dan atau pengelola Rumah Sakit. Keterbatasan tenaga dokter terutama di Puskesmas yang hanya memiliki satu dokter yang berfungsi sebagai pengelola Puskesmas, sering menimbulkan situasi yang mengharuskan perawat melakukan tindakan pengobatan. Tindakan pengobatan oleh perawat yang telah merupakan pemandangan umum di hampir semua Puskesmas terutama yang bearada di daerah tersebut dilakukan tanpa adanya pelimpahan wewenang dan prosedur tetap yang tertulis. Dengan pengalihan fungsi perawat ke fungsi dokter, maka sudah dapat dipastikan fungsi perawat akan terbengkalai dan tentu saja hal ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara professional.

2.5.2. Alasan Perlunya Perlidungan Hukum Dalam Praktek Keperawatan
        Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan. Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dankeselarasan.
2.5.3. Fungsi Hukum Dalam Pelayanan Keperawatan
               Adapun fungsi hukum dalam pelayanan keperawatan yaitu, sebagai berikut :
     o   Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan
     o   Membedakan tanggungjawab dengan profesi yang lain
     o  Membantu mempertahankan standar praktik keperawatan dengan meletakan posisi perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum.

NEGLECT



A. Definisi  Neglect
Pengabaiaan (neglect) didefinisikan sebagai jenis penganiayaan yang mengacupada kegagalan oleh pengasuh untuk memberikan yang diperlukan, perawatanyang sesuai dengan usia meski secara finansial mampu melakukannya atauditawarkan berarti keuangan atau lainnya untuk melakukannya (USDHHS, 2007).
Neglect adalah kelalaian individu dalam melakukan sesuatu yang sebenarnya dapat dia lakukan atau melakukan sesuatu yang dihindari orang lain (Creighton,1986).
Menurut Hanafiah dan Amir (1999) mengatakan bahwa kelalaian (neglected) adalah sikap yang kurang hati-hati,yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar,atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut.
Guwandi (1994) mengatakan bahwa kelalaian (neglected) adalah kegagalan untuk bersikap hati-hati yang umumnya seorang yang wajar dan hati-hati akan melakukan di dalam keadaan tersebut,ia merupakan suatu tindakan yang seorang dengan hati-hati yang wajar tidak akan melakukan di dalam keadaan yang sama atau kegagalan untuk melakukan apa yang seorang lain dengan hati-hati yang wajar justru akan melakukan di dalam keadaan yang sama.
Dapat disimpulkan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan tindakan dibawah standar yang telah ditentukan. Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.

B. Jenis-Jenis Neglect

 Para ahli mendefinisikan empat jenis pengabaian yakni:
        1.      Physical neglect (Pengabaian fisik)
Pengabaian fisik umumnya melibatkan orang tua atau pengasuh yang tidak memberikan kebutuhan dasar pada anak (misalnya, makanan pakaian, memadaidan tempat tinggal). Kegagalan atau penolakan untuk menyediakan kebutuhanmembahayakan kesehatan fisik anak, kesejahteraan, pertumbuhan psikologis danperkembangan.
Pengabaian fisik juga termasuk meninggalkan anak, pengawasantidak memadai, penolakan terhadap anak yang mengarah ke pengusiran darirumah dan kegagalan untuk secara memadai menyediakan untuk keselamatananak dan kebutuhan fisik dan emosional. Pengabaian fisik yang parah dapatberdampak pada perkembangan anak dengan menyebabkan gagal tumbuh, gizi buruk, penyakit serius, kerusakan fisik berupa luka, memar, luka bakar ataucedera lainnya karena kurangnya pengawasan, dan seumur hidup harga diri yangrendah.
      
      2.      Educational neglect (Pengabaian pendidikan)
Pengabaian pendidikan melibatkan kegagalan dari orang tua atau pengasuhuntuk mendaftarkan anak usia sekolah wajib di sekolah atau menyediakan homeschooling yang sesuai atau diperlukan pelatihan pendidikan khusus, sehinggamemungkinkan anak atau pemuda untuk tidak terlibat dalam kebiasaanmembolos. Pengabaian pendidikan dapat menyebabkan anak gagal untuk memperoleh keterampilan hidup dasar, putus sekolah atau terus menampilkanperilaku yang mengganggu. Pengabaian pendidikan bisa menimbulkan ancamanserius bagi kesehatan anak, kesejahteraan emosional, fisik atau pertumbuhanpsikologis normal dan perkembangan, terutama ketika anak memiliki kebutuhanpendidikan khusus yang tidak terpenuhi.
      
      3.      Psychological neglect Emotional  (Pengabaian psikologi emosional)
Pengabaian psikologi dan emosional meliputi tindakan seperti terlibat dalampertengkaran orang tua yang ekstrim di hadapan anak, memungkinkan seoranganak untuk menggunakan obat-obatan atau alkohol, menolak atau gagal untuk menyediakan membutuhkan perawatan psikologis serta terus-menerusmeremehkan kasih sayang. Perilaku orang tua yang dianggap menganiaya anak secara emosional meliputi:
§     Mengabaikan (kegagalan konsisten untuk merespon kebutuhan anak untuk stimulasi, merawat, dorongan dan perlindungan atau kegagalanuntuk mengakui keberadaan anak).
Menolak (aktif menolak untuk menanggapi kebutuhan anak - misalnya,menolak untuk menunjukkan kasih sayang).
Menghina secara verbal (meremehkan, nama panggilan ataumengancam).
Mengisolasi (mencegah anak dari memiliki kontak sosial yang normaldengan anak-anak lain dan orang dewasa)
Meneror (mengancam anak dengan hukuman ekstrim atau menciptakaniklim teror dengan memainkan pada ketakutan masa kanak-kanak); dan kerusakan atau pemanfaatan (mendorong anak untuk terlibat dalamperilaku merusak, ilegal atau antisosial).Sebuah pola perilaku orangtua dapat menyebabkan citra diri yang rendah pada anak, penyalahgunaan narkoba atau alkohol, perilaku merusak dan bahkan bunuhdiri. Yang lebih parah yakni mengabaikan stimulasi dan perawatan kebutuhanbayi dapat menyebabkan bayi gagal untuk berkembang dan bahkan kematian bayi.

      4.      Medical neglect (Pengabaian Medis)
Pengabaian medis adalah kegagalan untuk menyediakan perawatan kesehatanyang tepat bagi seorang anak (walaupun secara finansial mampu melakukannya),sehingga menempatkan anak beresiko cacat atau mati. Menurut NCANDS, padatahun 2005, 2 % anak-anak (17.637 anak-anak) di Amerika Serikat menjadikorban dari kelalaian medis (USDHHS, 2007). Pengabaian tidak hanya ketikaorangtua menolak perawatan medis untuk anak dalam keadaan darurat atau untuk penyakit akut, tetapi juga ketika orangtua mengabaikan rekomendasi medis untuk anak dengan penyakit kronis yang seharusnya bisa diobati, namun malah terjadikecacatan pada anak.Bahkan dalam situasi non-darurat, pengabaikan medis dapat mengakibatkankesehatan secara keseluruhan semakin memburuk.Orangtua mungkin menolak perawatan medis untuk anak-anak mereka untuk alasan yang berbeda , seperti agama atau keyakinan, ketakutan atau kecemasantentang kondisi medis atau perawatan dan masalah keuangan. Lembagaperlindungan anak umumnya akan campur tangan bila:
     
     Ø   Perawatan medis sangat diperlukan dalam keadaan darurat akut(misalnya, seorang anak perlu transfusi darah untuk mengobati syok);
  Ø Seorang anak dengan penyakit kronis yang mengancam nyawa namuntidak menerima perawatan medis diperlukan (misalnya, anak dengandiabetes tidak menerima obat-obatan); atau
    Ø  Seorang anak memiliki penyakit kronis yang dapat menyebabkankecacatan atau kematian jika tidak ditangani (misalnya, anak dengankatarak bawaan perlu dioperasi untuk mencegah kebutaan).Dalam kasus ini, jasa lembaga perlindungan anak dapat mencari perintahpengadilan untuk perawatan medis guna menyelamatkan nyawa anak ataumencegah cedera yang mengancam nyawa,atau kecacatan.
Meskipun penelantaran medis sangat berhubungan dengan kemiskinan, adabeberapa hal yang menyebabkan ketidakmampuan seorang pengasuh untuk memberikan perawatan yang diperlukan yakni : kurangnya sumber daya keuangan, keengganan pengasuh untuk mengetahui perawatan itu sendiri danpenolakan untuk menyediakan perawatan. Anak-anak dan keluarga mereka mungkin membutuhkan pelayanan meskipun orang tua mungkin tidak sengaja lalai. Ketika kemiskinan membatasi sumber daya orangtua untuk menyediakan kebutuhan bagi anak, terdapat lembaga yang menawarkan bantuan guna mencukupi kebutuhan anak tersebut.
Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi empat (4) unsur, yaitu:
      1.    Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi tertentu.
       2.     Dereliction of the duty atau penyimpanagan kewajiban
     3.  Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan.
     4.   Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya menurunkan “Proximate cause”


C. Beberapa Bentuk Neglect dalam Keperawatan
Pelayanan kesehatan saat ini menunjukkan kemajuan yang cepat, baik dari segi pengetahuan maupun teknologi, termasuk bagaimana penatalaksanaan medis dan tindakan keperawatan yang bervariasi. Sejalan dengan kemajuan tersebut kejadian malpraktik dan juga adanya kelalaian juga terus meningkat sebagai akibat kompleksitas dari bentuk pelayanan kesehatan khususnya keperawatan yang diberikan dengan standar keperawatan. (Craven & Hirnle, 2000).
Beberapa situasi yang berpotensial menimbulkan tindakan kelalaian dalam keperawatan diantaranya yaitu :
    1.  Kesalahan pemberian obat: Bentuk kelalaian yang sering terjadi. Hal ini dikarenakan begitu banyaknya jumlah obat yang beredar metode pemberian yang bervariasi. Kelalaian yang sering terjadi, diantaranya kegagalan membaca label obat, kesalahan menghitung dosis obat, obat diberikan kepada pasien yang tiak teoat, kesalahan mempersiapkan konsentrasi, atau kesalahan rute pemberian. Beberapa kesalahan tersebut akan menimbulkan akibat yang fatal, bahkan menimbulkan kematian.

    2.  Mengabaikan Keluhan Pasien: termasuk perawat dalam melalaikan dalan melakukan observasi dan memberi tindakan secara tepat. Padahal dapat saja keluhan pasien menjadi data yang dapat dipergunakan dalam menentukan masalah pasien dengan tepat (Kozier, 1991)

    3. Kesalahan Mengidentifikasi Masalah Klien: Kemunungkinan terjadi pada situasi RS yang cukup sibuk, sehingga kondisi pasien tidak dapat secara rinci diperhatikan. (Kozier, 1991).

  4. Kelalaian di ruang operasi: Sering ditemukan kasus adanya benda atau alat kesehatan yang tertinggal di tubuh pasien saat operasi. Kelalaian ini juga kelalaian perawat, dimana peran perawat di kamar operasi harusnya mampu mengoservasi jalannya operasi, kerjasama yang baik dan terkontrol dapat menghindarkan kelalaian ini.

    5.   Timbulnya Kasus Decubitus selama dalam perawatan: Kondisi ini muncul karena kelalaian perawat, kondisi ini sering muncul karena asuhan keperawatan yang dijalankan oleh perawat tidak dijalankan dengan baik dan juga pengetahuan perawat terdahap asuhan keperawatan tidak optimal.

  6. Kelalaian terhadap keamanan dan keselamatan Pasien: Contoh yang sering ditemukan adalah  kejadian pasien jatuh yang sesungguhnya dapat dicegah jika perawat memperhatikan keamanan tempat tidur pasien.  Beberapa rumah sakit memiliki aturan tertentu mengenai penggunaan alat-alat untuk mencegah hal ini.

D. Dampak Neglect
Neglect (kelalaian)  yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak yang luas, tidak saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak rumah sakit, individu perawat pelaku kelalaian dan terhadap profesi. Selain gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan perdata dalam bentuk ganti rugi. (Sampurna, 2005).
Bila dilihat dari segi etika praktik keperawatan, bahwa kelalaian merupakan bentuk dari pelanggaran dasar moral praktek keperawatan baik bersifat pelanggaran autonomy, justice, nonmalefence, dan lainnya. (Kozier, 1991) dan penyelesainnya dengan menggunakan dilema etik. Sedangkan dari segi hukum pelanggaran ini dapat ditujukan bagi pelaku baik secara individu dan profesi dan juga institusi penyelenggara pelayanan praktik keperawatan,  dan bila ini terjadi kelalaian dapat digolongan perbuatan pidana dan perdata (pasal 339, 360 dan 361 KUHP).